Tugas-7-Manusia Makhluk Peneliti-MPKAgamaIslam
BAB 7
MANUSIA MAKHLUK PENELITI
7.1 Dasar Kewajiban Melakukan Penelitian
Sejak awal kenabiannya, Allah
menuntut calon Nabi, Muhammad saw, untuk melakukan kegiatan pembacaan (iqra). Allah
menuntut calon Nabi, Muhammad saw, untuk melakukan kegiatan pembacaan (iqra)
sejak awal tugas kenabiannya. Pemberitaan tentang konsep penciptaan berupa
kalimat jawaban (mendasar) adalah “Khalaqal insaana min ‘alaq” (“Manusia
diciptakan dari segumpal darah”), yang memerlukan pengkajian mendalam. Hal itu
terkait dengan paparan pada ayat Allah lainnya yang menjelaskan tentang proses
tahap-tahapan penciptaan itu. Itulah dasar penelitian yang utama. Penelitian
bisa berlanjut dengan hal-hal yang lebih jauh dari dirinya, tentang hal amat
besar maupun amat kecil.
Surat Al-‘Alaq, 96: 01-05, diketahui sebagai wahyu
yang pertama diterima oleh Nabi Muhammad saw, yaitu seperti berikut:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ الَّذِيْ
عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ
“1.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!2. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.3. Bacalah! Tuhanmulah Yang Mahamulia,4. yang mengajar (manusia) dengan pena.5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.”
Allah
menetapkan perintah pemeliharaan diri dari keburukan api neraka dimulai dari
diri sendiri, dari sesuatu yang dekat dengan diri manusia. sebelum mencari tahu
tentang sesuatu yang jauh di luar jangkauan, akan lebih baik mengolah
pengetahuan yang terkait dengan hal-hal yang dekat dengan lingkungan. “Ibda
binafsika”, adalah satu potongan kalimat hikmah yang telah populer. Perintah
memulai sesuatu dari diri sendiri, sejalan dengan perintah Allah swt tentang
pemeliharaan diri (autocare) yang dimulai dari kondisi diri, kemudian keluarga
terdekat, berlanjut menuju lingkungan yang lebih luas.
7.2 Kewajiban Meneliti
dan Derajat Manusia di Sisi Allah
Pada ayat yang kelima surah Al-‘Alaq
Allah memberi jaminan tentang pengetahuan yang akan didapatkan oleh orang-orang
yang mau melakukan pengiqraan, penelitian. Sejalan dengan janji Allah tentang
derajat orang yang memiliki ilmu akan lebih tinggi dibanding orang yang tidak
memiliki ilmu, telah terbukti juga. Allah telah meninggikan derajat orang-orang
kafir yang sadar-ilmu, sekalipun mereka tidak beriman, dibanding orang-orang
muslim yang mengaku beriman tetapi tidak sadar-penelitian. Di dalam Al-Quran
Allah swt juga menegaskan tentang keberadaan posisi dan kondisi masyarakat masa
lalu yaitu assaabiquunal-awwaluun, mereka yang pertama menyatakan keislaman di
hadapan Nabi saw. Tak perlu dipertanyakan, kondisi dan kualitas mereka, karena
pengetahuan, pemahaman, dan sekaligus prilaku mereka terbimbing langsung oleh
Nabi Muhammad saw.
وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ
وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ
وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا
ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
“Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang
Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungaisungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (Q.S. At-Taubah, 09:
100)
Allahlah
yang memiliki hak membagi-bagikan dan memosisikan derajat kepada siapa saja
yang Dia kehendaki. Artinya, seperti pada prinsip pembagian ilmu Allah, Allah
menurunkan ilmu ke alam ini untuk siapa saja yang siap dan mau mengelolanya.
Allah swt tidak memperuntukkan kesempatan pengelolaan ilmu kepada yang beriman
semata. Itulah Rahman Allah swt atas semua makhlukNya. Keberimanan menjadi hal
utama ketika seseorang ingin meraih derajat terbaik di sisi Allah swt:
keberimanan yang dipenuhi penguasaan ilmu.
7.3 Kewajiban Menerapkan
Pendekatan Islami dalam Kegiatan Ilmiah
Al-Quran adalah sumber acuan yang kebenarannya mutlak,
tidak perlu diuji ulang, tidak perlu dipertanyakan. Semua isi Al-Quran telah
mendapat jaminan dari Allah, Pencipta dan Pemelihara Alam serta segala isinya,
tentang kebenarannya yang mutlak. Tetapi, masih banyak ummat Islam yang ragu
tentang keimanannya terhadap kebenaran mutlak Al-Quran. Isi Al-Quran mencakup
segala segi ilmu pengetahuan yang akan dan telah ditemukan oleh manusia. Lahirnya
ilmu-ilmu duniawi yang hebat ada pada tuntunan dan sekaligus tuntutan yang
telah diceritakan di dalam isi Al-Quran. Allah swt sengaja meninggalkan
sejumlah bukti yang berkaitan dengan manusia masa lalu, yang pernah disebutkan
lebih kuat dan lebih pintar. Sumber
otentik, kebenaran mutlak, ada dalam isi Al-Quran. Itulah gerakan publik yang
harus dilakukan oleh para ilmuwan muslim, yaitu menempatkan Al-Quran sebagai
sumber rujukan utama semua kegiatan keilmuan masa kini.
7.4 Tuntuan Allah dalam
Wahyu Pertama
Allah swt menurunkan ilmu kepada manusia hanya sedikit
saja. Ilmu Allah swt yang tidak diberikan pengetahuannya kepada manusia masih
Mahaluas. Oleh karena itu, pada dasarnya, setiap ilmu lahir secara Islami.
Tidak ada ilmu yang sekuler. Tidak ada sistem ilmu yang mengarah kepada
kekufuran. Allah swt tidak membatasi keberhasilan para pengolah ilmu
berdasarkan sisi keimanannya.
Tuntutan
Allah swt kepada NabiNya pada awal diangkat menjadi seorang rasul, ternyata
adalah bentuk penyiapan mendasar tentang kemampuan manusia untuk menjadi
peneliti. Pernyataan Allah swt yang lengkap tentang hal itu adalah termaktub
dalam surat ke 96: 05, ayat ini berisi janji Allah swt. Allah akan memberi
kefahaman kepada siapa saja tentang segala sesuatu yang belum pernah diketahui
oleh seseorang. Tentu semua itu hanya bisa didapat dengan usaha, melalui proses
pengelolaan ilmu Allah swt, melalui penelitian.
Dari
sejumlah tafsir yang diuraikan oleh para ulama, dapat diambil dua inti
persoalan yang menjadi tuntutan dalam perintah Iqra: Pertama, bacalah ayat-ayat
Allah sebagai kalamullah yang termaktub dalam Al-Quranul Karim (al-Aayaat
al-Qauliyyah). Kedua, bacalah ayat-ayat Allah yang tercipta dan terbentang di
alam semesta.
7.5 Perlukah Islamisasi
Sains?
Allah memberi kebebasan kepada siapapun untuk mendapatkan
ilmu Allah, untuk memanfaatkan dan merasakan nikmat hasil mengolah ilmu Allah.
Seseorang yang hanya memiliki pengakuan (syahadah) beriman kepada Allah, tetapi
tidak pernah mempunyai semangat juang untuk mengelola ilmu Allah, posisinya
secara keduniawian, berada di bawah orang-orang yang sungguh-sungguh memiliki
semangat untuk mengolah ilmu Allah. Ilmu Allah adalah ilmu yang Islami. Semua
hasil olahan ilmu Allah, pada awal pengolahan dan hasilnya, mengusung sifat
Islami. Tetapi, pemanfaatan hasil olahannya yang kerap menyimpang dari sifat
utama ilmu Allah, karena perilaku manusia penggunanya. Tak ada sesuatu yang
dihalangi oleh Allah dalam penggunaannya, oleh siapa pun ilmu itu dikelola.
Allah telah menetapkan sifat hukum dasar keseimbangan
yang menjadi pilihan ‘bebas’ bagi manusia, sebagaimanan manusia yang telah
diberi kesempatan untuk bisa menentukan pilihannya sendiri-sendiri.
فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا
وَتَقْوٰىهَاۖ
“Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
(Q.S. Asy-Syams, 91: 08)
Dalam keseharian kita mengenal istilah yang berpasangan:
baik-buruk, benar-salah, senang-susah, kanan-kiri, Surga-Neraka, yang semuanya
menjadi patokan dan pilihan bagi manusia. Dalam kaitan olahan ilmu, Allah swt
juga menempatkan dua hal berbeda tersebut sebagai bentuk keseimbangan posisi
dan peran, dalam sains, teknologi, filsafat, dan juga temuan-temuan manusia
lainnya. sains dan teknologi sebagai bentuk hasil olah ilmu, adalah sesuatu
yang telah Islami karena semua bersumber dari ilmu Allah swt. Sains dan
teknologi adalah bagian dari ilmu Allah swt yang dibagi-bagikan secara acak
kepada siapapun yang memiliki keteguhan hati untuk mengolahnya. Allah swt tidak
pernah membeda-bedakan penerima dan pengamal ilmuNya. Sains diterjemahkan
dengan pengertian ilmu pasti dan ilmu pengetahuan tentang alam. Teknologi biasa
diartikan ilmu pengetahuan tentang segala kepandaian membuat sesuatu. Sains dan
teknologi tidak lahir tanpa pengolahnya, yaitu praktisi sains dan teknologi. Sains
dan teknologi selama ini telah dipisahkan dari nilai-nilai agama. Melalui sains
manusia tidak akan mendapatkan kebenaran mutlak. Kebenaran --Hidayat
menyebutnya dengan istilah kebetulan, hanya berupa kebenaran sesaat dan
setempat-- dalam sains, sesungguhnya berada di luar sains!
Komentar
Posting Komentar